Senin, 26 Desember 2016

Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bil Ra’yi

Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bil Ra’yi

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latarbelakang
Al-qur’an merupakan pedoman hidup bagi ummat Islam, petunjuk bagi ummat manusia (hudaalinnas) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (hudallilmuttaqien). Al-qur’an merupakan mu’jizat yang terbesar Rasulullah Saw.
Alqur’an yang mulia diturunkan kepada rasul yang berbangsa Arab dengan bahasa Arabnya yang jelas dan tegas. Fenomena semacam ini menjadi sangat penting untuk memenuhi tuntutan sosial bagi keberhasilan risalah Islam. Sejak saat itu bahasa Arab menjadi satu bagian dari eksistensi Islam dan asas komunikasi penyampaian dakwahnya.(Al-Qaththan; 394)
Firman Allah Swt :
 ( وماارسلنا من رسول الا بلسان قومه ليبين لهم (ابراهيم
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka”.(Qs,Ibrahim: 4).
Maka untuk mengerti, mengetahui dan memahami isi Al-qur’an, para mufassirin menafsirkan Al-qur’an agar ummat Islam dapat mempelajari dan dapat membedakan macam-macam tafsir Al-qur’an yang mulia.
Dalam makalah ini penulis berusaha membahas tentang Al-tafsir bi al-ma’tsur dan Al-tafsir bi al-ra’y dengan sub topiknya.
B.  RumusanMasalah
1.    Apakah makna dan hakikat dari tafsir bilma’tsur dan tafsir bil ra’yi?
2.    Bagaimana bentuk-bentuk tafsirbilma’tsurdantafsirbilra’yi?
3.    Apakah perbedaan pendapat para ulama tentang tafsir bilma’tsur dan tafsir bil ra’yi?
C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui makna dan hakikat dari tafsir bilma’tsur dan tafsir bilra’yi
2.    Untuk mengetahui bentuk-bentuk tafsir bilma’tsur dan tafsir bilra’yi
3.    Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang tafsir bilma’tsur dan tafsir bil ra’yi



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bil Ra’yi
1.    Pengertian tafsir bil ma’tsur
Tafsir bil-Ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan Al-Qur’an atau riwayat yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (ayat dengan ayat), Al-Qur’an dengan Sunnah, perkataan sahabat karena merekalah yang mengetahui Kitabullah, atau dengan pendapat tokoh-tokoh besar tabi’in. Pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat.
Tafsir Riwayat (ma’tsur) ialah rangkaian keterangan yang terdapat dalam Al-Quran, Sunah, atau kata-kata Sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al-Quran dengan As-Sunah Nabawiyyah. Dengan demikian, maka tafsir maksur adalah tafsir Al-Quran dengan Al-quran,  penafsiran Al-Quran dengan As-Sunah atau penafsiran Al-Quran menurut atsar yang timbul dari kalangan sahabat.
Tafsir bir ra’yi ialah tafsir yang didalam menjelaskan maknanya atau maksudnya, mufassir hanya berpegang pada pemahamannya sendiri, pengambilan kesimpulan (istinbath) pun didasarkan pada logikanya semata. Kategori penafsiran seperti ini dalam memahami Al-Qur’an tidak sesuai dengan ruh syari’at yang didasarkan pada nash-nashnya. Rasio semata yang tidak disertai bukti-bukti akan berakibat pada penyimpangan terhadap Kitabullah.
Menurut ulama tafsir, tafsir dirayah disebut juga tafsir ra’yu atau tafsir dengan akal (ma’qul), karena penafsiran kitab Allah bertitik tolak dari pendapatnya dan ijtihadnya, tidak berdasarkan pada apa yang dinukilkan dari sahabat atau tabi’in. Yang dimaksud dengan tafsir bi al ra’yi, menurut ahli tafsir adalah “Ijtihad” yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat, bisa diikuti serta sewajarnya digunakan oleh orang yang hendak mendalami Al-Qur’an atau mendalami pengertiannya.
B.  Bentuk  tafsir bilma’tsur dan tafsir bil ra’yi
Penafsiran terhadap Al-qur’an ada dua macam, sebagai berikut :
1.    Bentuk-bentuktafsirbilma’tsur
a.    Tafsir Al-Quran dengan Al-Quran
Contoh:
  احلت لكم بهيمة الا نعام الا ما يتلى عليكم (المائدة : )
Artinya;
“... Dihalalkan bagimu binatang ternak kecuali yang akan disebutkan kepadamu ...” (QS. Al-Maidah: 1)
Dijelaskan oleh firman Allah:
حرمت عليكم الميتة والد م ولحم الخنزير وما اهل لغير الله (المائدة :)
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah ...”.(QS. Al-Maidah: 3).
Firman Allah:
والسماء والطارق (الطارق:)
Artinya:
Demi langit dan yang datang pada malam hari”.(QS. At-Thariq: 1)
Kata At-Thariq dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu pula:
النجم الثا قب (الطرق:)
Artinya:
(Yaitu) bintang yang cahayanya menembus”. (QS. At-Thariq: 3)
b.    Tafsir Al-quran dengan Sunah
Contoh Sunah Rasul yang berfungsi sebagai tafsir dan penjelasan Al-Quran.
Rasulullah Saw menjelaskan “zalim dengan syirik” dalam firman Allah:
الذين امنوا ولم يلبسوا ايمانهم بظلم اولئك لهم الامن وهم مهتزون (الانعام :)
Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS. Al-An’am: 82)
Rasulullah mengatakan penafsiran ini dengan firman Allah:
ان الشرك لظلم عظيم (لقمان:  )
Artinya:
Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.”(QS. Luqman: 13)
c.    Tafsir Sahabat
Masih ada lagi bagian yang ketiga dari pembagian tafsir ma’tsur, yaituTafsir sahabat. Tafsir ini juga termasuk yang muktamad (dapat dijadikan pegangan) dan dapat diterima, karena para sahabat pernah berkumpul dan bertemu dengan Nabi Saw, dan mereka mengambil sumbernya yang asli dan telah menyaksikan turunnya wahyu dan turunnya Al-qur’an, serta mengetahuiasbabun nuzul. Mereka mempunyai tabiat jiwa yang murni, fitrah yang lurus dan berkedudukan tinggi dalam hal kefasihan dan kejelasan berbicara mereka memiliki kemampuan dalam memahami Kalam Allah. Dan hal lain yang ada pada mereka tentang rahasia-rahasia Al-Quran sudah tentu melebihi orang lain.
Al-Hakim berkata, “kedudukan tafsir sahabat yang menyaksikan wahyu dan turunnya Al-Quran adalah marfu’. Tafsir tersebut mempunyai kedudukan sebagaimana kedudukan hadis Nabi yang silsilahnya sampai kepada Nabi. Karena itu tafsir sahabat termasuk ma’tsur.”
Adapun tentang kedudukan tafsir tabi’in, ada perbedaan pendapat. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa tafsir tabi’in itu termasuk tafsir ma’tsur karena sebagian besar pengambilannya secara umum dari sahabat. Sebagian ulama berpendapat bahwa tafsir tabi’in termasuk tafsir dengan ra’yuatau akal, dengan pengertian bahwa kedudukannya sama dengan kedudukan para mufassir lainnya (selain Nabi dan Sahabat). Mereka menafsirkan Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab tidak berdasarkan pertimbangan dari atsar (hadis).
            2.      Bentuk-bentuk tafsir bil ra’yi
Al-tafsir bi al-ra’yi terbagi dalam dua bagian yaitu
a.    Tafsir mahmud (terpuji)
Tafsirmahmud ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’, jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks Al-Qur’an. Barangsiapa menafsirkan Al-Qur’an menurut ra’yunya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut dengan berpegang pada makna-makna Al-qur’an maka penafsirannya dapatdiambil serta patut dinamai dengan tafsir mahmud atau tafsir masyru (berdasarkan syari’at).
b.    Tafsir mazmum (tercela)
Tafsir mazmum yaitu bila Al-Qur’an ditafsirkan tanpa ilmu atau menurut sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syariat, atau Kalam Allah ditafsirkan menurut pendapat yang salah dan sesat. Ash-shaabuuny mengatakan; Bila seseorang tidak memahami kaidah-kaidah dan pokok-pokoknya, ia akan berjalan sebagaimana unta buta yang otaknya miring dan pemahamannya picik. Begitu pula orang yang tidak memahami tujuan syara’, ia pun akan terjerumus dalam lembah kejahatan dan kesesatan.
Contohnya orang yang mengambil kesimpulan ayat secara lahir dari firman Allah:
ومن كان فى هذه اعمى فهو فى الاخرة اعمى واضل سبيلا (الاسراء :)
Artinya;
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nant)i ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar”.(QS. Al-Isra: 72)
Ia menetapkan bahwa setiap orang yang buta adalah celaka dan rugi serta akan masuk neraka jahanam. Padahal yang dimaksud buta disini bukanlah buta mata, tetapi buta hati, berdasarkan alasan firman Allah:
فانها لا تعمى الابصار ولكن تعمى القلوب التى فى الصدور (الحج:)
Artinya;
“... Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
C.  Perbedaan pendapat tentang tafsir bil mu’tasir dan tafsir bil ra’yi
1.    Pendapat para ulama tentang tafsir bil ma’tsur
Faudah menjelaskan bahwa tafsir bil ma’tsur meliputi tafsir Alquran dengan Alquran, tafsir dengan nukilan dari Nabi saw, tafsir dengan nukilan dari para sahabat dan tafsir dengan nukilan para tabi’in. Sementara al-Zahabi dan as­-Sayuti mengatakan bahwa tafsir bil ma’tsur adalah penjelasan dan perincian Alquran sendiri terhadap sebagian ayat-ayatNya, penafsiran yang dilakukan Rasulullah saw, para sahabat dan tabi’in yang berupa penjelasan terhadap firman Allah swt dalam Alquran.
2.    Pendapat para ulama tentang tafsir bil ra’yi
Al-Qurtubi berkata, “Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan imajinasinya (yang tepat menurut pendapatnya) tanpa berdasarkan kaidah-kaidah maka ia adalah orang yang keliru dan tercela, dan termasuk orang yang menjadi sasaran hadis:
 من كذب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النار ومن قال في القران برا يه فليتبوا مقعده من النار (رواهالترمذى )
Artinya:
Barang siapa yang mendustakankusecara sengaja niscaya ia harus bersedia menempatkan dirinya di neraka.” Dan barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan ra’yu atau pendapatnya maka hendaklah ia bersedia menempatkan diri di neraka.”(HR. Turmudzi dari Ibnu Abbas).
     Imam Qurtubi mengatakan dalam mukaddimah tafsirnyaAl-jami’li Ahkamil Qur’an bahwa hadis Ibnu Abbas tersebut memiliki dua penafsiran.
a.    Barang siapa yang berpendapat dalam persoalan Al-Qur’an yang pelik dengan tidak didasarkan pengetahuan dari mazhab sahabat atau tabi’in berarti menantang Allah.
b.    Barang siapa yang mengatakan tentang Al-Qur’an dengan suatu pendapat, sedangkan ia mengetahui bahwa yang benar adalah pendapat yang lain, maka ia harus bersedia menempatkan diri di neraka.
Al-Qurtubi mendukung pendapat yang kedua. Ia mengatakan bahwa pendapat tersebut adalah paling tepat dan paling benar. Ia berkata pula bahwa hadis jundab telah ditafsirkan oleh sebagian ahli ilmu yang menyatakan bahwa dalam hadis tersebut, ra’yu diartikan dengan hawa nafsu. Dalam arti barangsiapa yang menafsirkan Al-Qur’an dengan nafsunya, yaitu dengan tidak berdasarkan pendapat Imam terdahulu kemudian ia secara kebetulan benar, niscaya ia melakukan kesalahan karena menetapkan Al-Qur’an berdasarkan dengan ketetapan yang tidak diketahui dasarnya, dan tidak bertitik tolak pada ahli hadis dan riwayat.
Ibnu Athiyah mengatakan bahwa pengertian diatas adalah, “Bila seseorang ditanya tentang satu makna dari kitab Allah kemudian ia menjawab berdasarkanra’yu nya tanpa memandang pendapat yang telah dikatakan ulama dan ketentuan-ketentuan tentang ilmu Al-Qur’an, seperti nahwu dan ushul, dan pengertian itu tidak termasuk ahli bahasa menafsirkan secara bahasanya, ahli nahwu secara nahwunya, ahli fiqih menafsirkan secara hukumnya dan masing-masing mengatakan berdasarkan ijtihadnya yang berdasarkan kaidah ilmu dan bidangnya, maka ia bukanlah berpendapat semata-mata menurut pendapatnya atau ra’yu nya.


D.      Kelemahan Dan Keutamaan Dari Tafsir Bil Ma’tsur Dan Tafsir Bil Ra’y
       1.      Keistimewaan tafsir bi al-ma’tsur menurut Quraisy Shihab sebagai berikut:
            a.    Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran
b.    Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya 
c.    Mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya agar tidak terjerumus dalam subjektivitas yang berlebihan.
d.   Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang paling baik mengingat al-Qur’an ditafsirkan oleh al-Qur’an, hadits, serta sahabat apabila riwayat tersebut benar-benar shahih dan sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad saw.
                2.      Menurut Adz-Dzahabi ada beberapa kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur antara lain sebagai berikut:
                      a.       Terjadi pemalsuan (wadh) dalam tafsir.
                     b.      Penghilangan sanad
c.       Mufasir terjerumus ke dalam uraian kebahasaan dan kesusasteraan yang bertele - tele sehingga pokok al-Quran menjadi kabur.
d.  Kronologis asbab an-Nuzul hukum yang di pahami dariuraian (naskh-mansukh) hampir di katakana terabaikan sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun di tengah-tengah masyarakat yang hampa budaya. 
e.       Masuknya unsure israiliyyat yang di definisikan sebagai unsure Yahudi dan Nasrani ke dalam penafsiran al-Quran. 
            3.      Keutamaan tafsir bil ra’yi
        Sesungguhnnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar hendaknya suka merenungkan               Al-Qur'an.. Sebagaimana hal itu termaktub dalam firman-Nya:
          كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوْا  اَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُوا ْالاَلْبَابِ
Artinya: (inilah) kitab yang kami turunkan kepada engkau lagi diberkati, supaya mereka emmperhatikan ayat-ayat dan supaya mendapat peringatan orang-orang yang berakal" (QS.Shad:29)
dan firman Allah SAW:
 أَفَلاَيَتَدَبَّرُوْنَ اْلقُرْانَ أَمْ عَلَى قُلُوْبٍ أَقْفَالُهَا
Artinya : Tidakkah mereka memperhatikan al-Qur'an?bahkan adakah kunci atas hati (mereka) (QS.Muhammad:24)
"merenung dan berpikir " tidaklah akan terwujud melainkan dengan menyelami rahasia-rahasia al-Qur'an dan berijtihad untuk emmahami makna-maknanya.
Allah memerintahkan kepada orang-orang yang hendak menggali hukum agar kembali kepada ulama'. sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya:
وَلَوْ رَدُّوْهُإَلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِى اْلاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِظُوْنَهُ مِنْهُمْ
                    Artinya: kalau mereka serahkan hal itu kepada rasul atau pada orang yang mempunyai urusan di anatar mereka, noscaya orang-orang yang meneliti di antara mereka mengetahui akan hal ini (QS.An-Nisa:83)
                    Istinbath berarti menggali dan mengeluarkan makna-makna yang mendalam yang terdapat di lubuk hati
                 Istinbath itu hanya bisa dilakukan dengan ijtihad dan menyelami rahasia-rahasia Al-Qur'an
Kalau tafsir dengan ijtihad tidak diperbolehkan, tentunya ijtihad pun tidak diperbolehkan, dan tentu saja banyak hukum yang tidak tergali, sungguh ini tidak benar
Sesungguhnya para sahabat telah emmbaca al-Qur'an dan berbeda beda dalam menafsirkannya. Juga telah maklum bahwa tidakm semua yang mereka katakana tentang al-Qur'an tiu mmereka dengar dari nabi SAW, karena Nabi SAW tidak menerangkan segala sesuatu kepada mereka, melainkan beliau terangkan kepada mereka hanyalah bersifat dharuri (pokok). Beliau menginggalkan yang sebagain, yang sekira dapat dicapai oleh pengetahuan, akal, dan ijtihad
         4.      Kekurangan dari tafsir bil ra’yi
                  Setiap sesuatu pasti memiliki kelebihan dan kelemahan, begitujuga dengan tafsir bil ra’yi ini. Pada              tafsir ini tidak bias dinilai dengan mutlak akan kebenarannya. Karena pada tafsir ini tidak mengambil              dari dalil-dali pasti, tetapi hanya menangkap dengan akal. Selain itu juga tidak ada sanad sebagai mana           hadits. 

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Al-tafsir bi al-ma’tsur ( Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Sunnah) tidak dapat diragukan lagi kebenarannya dan tidak diperselisihkan karena keduanya mempunyai kedudukan yang tinggi, sedang penafsiran Al-qur’an dengan Sahabat atau tabi’in masih ada beberapa kelemahan seperti yang telah Penulis uraikan pada Bab Pembahasan.
Al-tafsir bi al-ra’y yang disebut juga tafsir dirayah atau tafsir ma’qul (tafsir dengan akal) muncul seiring berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah yang menuntut adanya perkembangan metodologi tafsir yang memasukkan unsur ijtihad yang lebih besar.
  
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Muhammad. 1997. Berdialogdengan Al-quran. Bandung : MIZAN
Al-Qaradhawi, Yusuf. 1999. Berinteraksidengan Al-qur’an. Jakarta :GemaInsani
As-Shalih, Subhi. 1999. Membahasilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta :PustakaFirdaus
Ali Shabuni, Muhammad. 2001. Ikhtisarulumul Qur’an praktis. Jakarta :PustakaAmani
Goldziher, Ignaz. 2003. MadzhabTafsir. Yogyakarta : El-Saq Press       


0 komentar:

Posting Komentar